Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mahu menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih mungkin menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, kerananya ia boleh diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Iaitu:
1. Pengenalan Allah Dengan Cara Yang Sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya. Diajarkan kepadanya:
Bahawa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
Bahawa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, haiwan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika berjalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai, bumi, pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikurniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rezeki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikurniakan-Nya, seperti firman-Nya:
“Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan batin....” (Surah Luqman: 20).
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi. . . . ” (Surah Fathir:3).
“Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirehat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai kurnia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya.” (Surah Al Qashash: 73).
2. Pengajaran Sebahagian Hukum Yang Jelas dan Tentang Halal-Haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Kerana bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapa barns menanamkan ilmu pada anaknya, kerana dia adalah tanggungjawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala: Juz 1.)
3. Pengajaran Membaca Al Qur'an.
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandungi suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qur'an dengan benar, dan diupayakan semaksimumnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebahagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Kerana itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak boleh, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh.
Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahawa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orangtuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mahu bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapanya menugasinya menjaga kedai, tetapi ia tidak mahu bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahawa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia.
Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allahlah yang membuatku berbicara tentang hal ini. Tuan guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika meningkat dewasa."
4. Pengajaran Hak-hak Kedua Orangtua.
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan kerana kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala:
'Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."' (Surah Al-Isra': 23-24).
Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahawa Nabi bersabda: "Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orangtuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapanya, disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar: "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapanya daripada Al Fadhl bin Yahya. Kerana kebaikannya, sampai bapanya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, pegawai penjara melarang memasukkan kayu bakar di malam yang dingin. Maka Al Fadhl, ketika bapanya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapanya agar dapat berwudhu dengan air hangat."
5. Pengenalan Tokoh-tokoh Teladan Yang Agung Dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama iaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar wang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahawa ada seorang Yahudi yang meminjamkan wang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kamu anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan / bayarhutang)"
Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik." Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok.""
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, kerana aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit kerananya, kuletakkan kakiku di. atasnya ialu kutarik hingga terputus."
Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.
6. Pengajaran Etiket Umum.
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan minum, etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya.
Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan disekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah, lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan.
7. Pengembangan Rasa Percaya Diri dan Tanggungjawab Dalam Diri Anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Kerana itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggungjawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu boleh direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam fikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumahtangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggungjawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggungjawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahawa ia bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirosaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang bemain-main dengan anak-anak sebayanya, lalulah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhtr.
Maka larilah semua anak kerana takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu tidak lari bersama teman-temanmu, nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul Mu'minin! Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga aku harus pinggir.
Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggungjawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis kerana Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi kerana simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu.
Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?
BACA JUGA:
- Peranan Keluarga Dalam Islam
- Tujuan Pendidikan Dalam Islam
- Memperhatikan Anak Sebelum Lahir
- Memperhatikan Anak Ketika Dalam Kandungan
- Memperhatikan Anak Setelah Lahir
- Memperhatikan Anak Pada Usia Enam Tahun Pertama
- Memperhatikan Anak Pada Masa Remaja
- Beberapa Kesalahan Para Pendidik
Oleh: Muhammad Yusuf Al Hasan
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Iaitu:
1. Pengenalan Allah Dengan Cara Yang Sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya. Diajarkan kepadanya:
Bahawa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
Bahawa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, haiwan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika berjalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai, bumi, pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikurniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rezeki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikurniakan-Nya, seperti firman-Nya:
“Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan batin....” (Surah Luqman: 20).
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi. . . . ” (Surah Fathir:3).
“Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirehat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai kurnia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya.” (Surah Al Qashash: 73).
2. Pengajaran Sebahagian Hukum Yang Jelas dan Tentang Halal-Haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Kerana bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapa barns menanamkan ilmu pada anaknya, kerana dia adalah tanggungjawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala: Juz 1.)
3. Pengajaran Membaca Al Qur'an.
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandungi suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qur'an dengan benar, dan diupayakan semaksimumnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebahagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Kerana itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak boleh, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh.
Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahawa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orangtuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mahu bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapanya menugasinya menjaga kedai, tetapi ia tidak mahu bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahawa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia.
Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allahlah yang membuatku berbicara tentang hal ini. Tuan guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika meningkat dewasa."
4. Pengajaran Hak-hak Kedua Orangtua.
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan kerana kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala:
'Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."' (Surah Al-Isra': 23-24).
Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahawa Nabi bersabda: "Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orangtuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapanya, disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar: "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapanya daripada Al Fadhl bin Yahya. Kerana kebaikannya, sampai bapanya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, pegawai penjara melarang memasukkan kayu bakar di malam yang dingin. Maka Al Fadhl, ketika bapanya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapanya agar dapat berwudhu dengan air hangat."
5. Pengenalan Tokoh-tokoh Teladan Yang Agung Dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama iaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar wang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahawa ada seorang Yahudi yang meminjamkan wang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kamu anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan / bayarhutang)"
Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik." Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok.""
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, kerana aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit kerananya, kuletakkan kakiku di. atasnya ialu kutarik hingga terputus."
Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.
6. Pengajaran Etiket Umum.
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan minum, etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya.
Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan disekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah, lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan.
7. Pengembangan Rasa Percaya Diri dan Tanggungjawab Dalam Diri Anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Kerana itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggungjawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu boleh direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam fikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumahtangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggungjawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggungjawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahawa ia bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirosaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang bemain-main dengan anak-anak sebayanya, lalulah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhtr.
Maka larilah semua anak kerana takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu tidak lari bersama teman-temanmu, nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul Mu'minin! Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga aku harus pinggir.
Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggungjawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis kerana Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi kerana simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu.
Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?
BACA JUGA:
- Peranan Keluarga Dalam Islam
- Tujuan Pendidikan Dalam Islam
- Memperhatikan Anak Sebelum Lahir
- Memperhatikan Anak Ketika Dalam Kandungan
- Memperhatikan Anak Setelah Lahir
- Memperhatikan Anak Pada Usia Enam Tahun Pertama
- Memperhatikan Anak Pada Masa Remaja
- Beberapa Kesalahan Para Pendidik
Oleh: Muhammad Yusuf Al Hasan