–·•Ο•·–
فصل لو
FASAL “LAW”
لَوْ حَرْفُ شَرْطٍ في مُضِيٍّ وَيَقِلْ ¤ إيلاؤها مُسْتَقْبَلاً لكِنْ قُبِلْ
LAW
sebagai huruf syarat pada zaman madhi (masa telah lalu). Dan jarang
sebagai syarat pada zaman istiqbal (masa akan datang) akan tetapi ini
dapat diterima (menurut konteks tujuannya).
–·•Ο•·– |
Sebelumnya perlu diketahui bahwa penggunaan LAW dalam Bahasa Arab terdapat lima makna :
1. LAW Syarthiyah (pembahasan dalam Bab ini).
2. LAW Mashdariyah (masuk pada pembahasan Huruf Maushul/Takwil Mashdar)
3. LAW Lit-Taqlil (berfaidah menyedikitkan) contoh dalam hadits Nabi saw bersabda :
بلغوا عني ولو آية
BALLIGHUU ‘ANNIY WA LAW AAYATAN = sampaikan dariku walau sekira satu ayat.
أولم ولو بشاة
AWLIM WA LAW BI SYAATIN = berwalimahlah walau dengan sekira satu kambing.
4. LAW Lit-Tamanni (harapan kosong) contoh dalam Al-Quran :فَلَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
FA
LAW ANNA KARROTAN FA NAKUUNA MINAL MUSLIMIIN = maka sekiranya kita
dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang
yang beriman.” (QS. Asy-Syu’araa’ 102).
5. LAW Lil-‘Ardh (penampakan permohonan secara halus), contoh :لو تنزل عندنا فتصيبَ خيراً
LAW TANZILU ‘INDANAA FA TASHIIBA KHAIRAN = sudilah kiranya anda mendatangi kami, maka semoga anda mendapat kabaikan.
oOo
LAW Syarthiyah termasuk dari adawat syarat yg bukan amil jazem, terbagi menjadi dua bagian :
1. LAW Syarhiyah Imtina’iyah (huruf syarat yg bersifat mengelak)
2. LAW Syartihyah Ghoiru Imtina’iyah (huruf syarat yg tidak bersifat mengelak)
LAW Syarthiyah Imtina’iyah2. LAW Syartihyah Ghoiru Imtina’iyah (huruf syarat yg tidak bersifat mengelak)
Law disini berfaidah mengajukan Jawab di atas Syarat yg dikemukakan. Demikian ini memastikan punya konteks Pengelakan Syarat (As-Syarthiyah al-Imtna’iyyah) sekalipun Syarat Imtina’iyah ini tidak terjadi pada kenyataannya. Sedangkan yg berbeda adalah pada dua sisi Jawabnya:
(I) Terkadang juga bersifat mengelak (Jawab Imtina’iyah): ciri-cirinya adalah apabila Syarat yg dikemukakan merupakan satu-satunya sebab dari timbulnya Jawab.
(II) Terkadang tidak bersifat mengelak (Jawab Ghair Imtina’iyah): ciri-cirinya adalah apabila Syarat yg dikemukakan bukanlah satu-satunya sebab timbulnya jawab, yakni Jawab bisa ditimbulkan oleh sebab lain bukan hanya oleh Syarat yg tercantum.
Contoh (I). Syarat dan Jawab sama-sama Imtina’iyah karena syarat adalah satu-satunya sebab dari timbulnya Jawab :
لو كانت الشمس طالعة كان النهار موجوداً
LAW KAANAT AS-SYAMSU THAALI’ATAN KAANA AN-NAHAARU MAUJUUDAN = kalau saja matahari itu terbit, maka siang itu ada.
Contoh (II). Syarat Imtina’iyah sedangkan Jawab Ghair Imtina’iyah
karena syarat bukanlah satu-satunya sebab dari timbulnya Jawab :لو ركب المسافر الطائرة لبلغ غايته
LAW
ROKIBA AL-MUSAAFIRU AT-THAA’IROTA LA BALAGHA GHAAYATAHU = kalau saja
musafir itu naik pesawat terbang, tentu dia sampai pada tujuannya.
Contoh (I) = Syarat Imtina’iyah dan juga Jawab Imtina’iyah, karena terbitnya matahari satu-satunya sebab adanya siang.
Contoh (II) = Syarat Imtina’iyah sedangkan
Jawab Ghairu Imtina’iyah, karena naik pesawat bukanlah satu-satunya
sebab sampainya pada tujuan, bisa sebab lain semisal naik motor, mobil,
kapal laut dsb.
Keterangan diatas sebagai pencerahan atas ahli nuhat yg mengi’rob LAW
Imtina’iyah tsb dengan sebutan “harfun imtinaa’in li imtinaa’in”
(adalah huruf penolakan jawab karena penolakan syarat). Demikian masih
menimbulkan pertimbangan sebab belum pasti sebagaimana pada contoh II
diatas. Mungkin para Nuhat tsb memandang menurut ghalibnya. Adapun
definisi yg mudah dalam menghi’rob sebagaimana yg didefinisikan oleh
Imam Sibawaih “harfun yadullu ‘alaa maa kaana sa yaqo’u li wuquu’i
ghoirihi” (adalah huruf yg menunjukkan atas suatu yang akan terjadi
sebab perkara lain) yakni menunjukkan suatu yg bakal terjadi pada masa
lalu disebabkan kemungkinan lain yg juga terjadi pada masa lalu. Contoh:لو حضر أخوك لحضرت
LAW HADHORO AKHUUKA LA HADHORTU = kalau saja saudaramu itu hadir tentu akupun telah hadir.
Yakni kehadiranku bakal terjadi pada masa lalu itu andaikan saudaramu hadir pada masa lalu itu juga.
Dengan demikian definisi pengi’roban ala Sibawaihi tsb lebih mengena
secara umum baik pada dua contoh sebelumnya (contoh I dan contoh II)
diatas.LAW Syarthiyah Ghairu Imtina’iyah
Law disini berfaidah menggantungkan Jawab (akibat) di atas Syarat (sebab) yg kemungkinan bisa terjadi ataupun tidak terjadi pada masa akan datang (mustaqbal). Dengan demikian dapat diserupakan maknanya dengan IN Syarthiyah di dalam hal hubungan ta’liq antara Jawab dan Syarat. Dan di dalam hal bahwa masa pada jumlah Syarat dan Jawabnya adalah masa mustaqbal.
Umumnya yg menjadi fi’il syarat dan fi’il jawab dari Law Ghairu Imtina’iyah ini, keduanya berupa Fi’il Mudhari’. Contoh :
لو يقدم خالد غداً لا أسافر
LAW YAQDUMU KHOOLIDUN GHADAN LAA USAAFIRU = Jikalau Khalid datang besok, maka saya tidak jadi pergi.
Dan apabilah Fiil yg mengiringi Law ghairu imtina’iyah ini berupa
Fi’il Madhi maka harus ditakwil Mustaqbal. Contoh dalam Alqur’an :وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ
WALYAKHSYAL-LADZIINA
LAW TAROKUU MIN KHOLFIHIM DZURRIYYATAN DHI’AAFAN KHOOFUU ‘ALAIHIM = Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. (QS. Annisaa’ 4).
Keterangan Ayat (QS. Annisaa’ 4) :
“TAROKUU” (mereka meninggal) = Fi’il
Syarat berupa Fi’il Madhi yg ditakwil Fi’il Mustaqbal “YATROKUUNA”.
Mengira-ngira penakwilan demikian, sebab lafazh “KHOOFUU” (mereka
khawatir) sebagai Jawabnya. Yakni, kekhawatiran mereka itu terjadi
sebelum mereka meninggal dunia, bukan setelah mereka meninggal dunia,
yakni mustahil dalam konteks sesudah mereka mati.