–·•Ο•·–
النعت
BAB NA’AT
يَتْبَعُ فِي الإعْرَابِ الأسْمَاء الأوَلْ ¤ نَعْتٌ وَتوْكِيدٌ وَعَطْفٌ وَبَدَلْ
Mengikuti
Isim awal di dalam I’robnya, yaitu: Na’at, Taukid, ‘Athaf dan
Badal.
فَالنَّعْتُ تَابعٌ مُتِمٌّ مَا سَبَقْ ¤ بِوَسْمِهِ أوْ وَسْمِ مَا بِهِ اعْتَلَقْ
Adapun
Na’at adalah Tabi’ penyempurna lafazh sebelumnya dengan sebab menyifatinya
(Na’at Haqiqi) atau menyifati lafazh hubungannya (Na’at
Sababi).
–·•Ο•·– |
Pengertian Tabi’ (yang mengikuti) : adalah Isim yang bersekutu dengan lafazh sebelumnya di dalam i’robnya secara mutlak.
Penjelasan Definisi: Lafazh sebelumnya disebut Matbu’ (yang diikuti). Di dalam i’robnya secara mutlak dimaksudkan untuk semua keadaan i’rob Rofa’, Nashob dan Jar. Contoh:
جاء الرجلُ المهذبُ
JAA’A
AR-ROJULU AL-MUHADZDZABU = Laki-laki yang baik itu telah
datang
رأيت الرجلَ المهذبَ
RO’AITU
AR-ROJULA AL-MUHADZDZABA = Aku melihat laki-laki yang baik
itu
سلمت على الرجلِ المهذبِ
SALLAMTU
‘ALAA AR-ROJULI AL-MUHADZDZABI = Aku memberi salam pada laki-laki yang baik
itu
Pada tiga contoh diatas, lafazh AL-MUHADZDZAB
(Tabi’) mengikuti lafazh AR-ROJUL (Matbu’) di dalam tiga bentuk i’robnya
masing-masing.
Keluar dari definisi Tabi’ adalah Khobar dari Mubtada’ dan Haal dari Isim
Manshub.
Contoh Khobar dari Mubtada’ :
الدنيا متاع
AD-DUNYA
MATAA’UN = Dunia itu perhiasan.
Contoh Haal dari Isim Manshub :
لا تشرب الماء كدراً
LAA
TASYROB! AL-MAA’A KADIRON = jangan kamu minum air dalam keadaan
keruh!
Dua lafazh Khabar dan Haal pada contoh diatas
tidak disebut Tabi’ karena tidak bersekutu dengan lafazh sebelumnya secara
mutlak pada semua keadaan i’robnya, namun hanya pada sebagian keadaan i’rob
saja.
Isim-isim Tabi’ atau dijamak Tawabi’ menurut pokoknya ada empat: Na’at,
Taukid, ‘Athaf dan Badal. InsyaAllah akan dijelaskan nanti secara rinci untuk
semua bentuk-bentuk tawabi’ pada bab-bab selanjutnya.Menurut yang masyhur : Matbu’ tidak boleh diakhirkan dari Tabi’nya yakni dengan sebab mengedepankan Tabi’nya, demikian mafhum dari perkataan Mushannif pada Bait diatas “AL-ASMAA’IL-AWWALI”.
NA’AT
Pengertian Na’at : adalah Isim Tabi’ sebagai penyempurna bagi lafazh Matbu’nya dengan memberi penjelasan sifat diantara sifat-sifat Matbu’ atau diantara sifat-sifat lafazh yang berta’alluq pada Matbu’.
Penjelasan definisi: Tabi’ adalah nama jenis yang mencakup semua Tabi. Sebagai penyampurna matbu’ dengan sebab menjelaskan sifatnya, untuk membedakan dengan bentuk-bentuk tabi’ lain yang tidak menunjukan sifat Matbu’ ataupun sifat yang berta’alluq pada Matbu’. Dengan demikian Na’at harus berupa Isim Musytaq untuk melaksanakan penunjukan suatu makna sekaligus si empunya makna.
Diambil dari definisi Na’at tersebut, maka Na’at terbagi dua macam:
1. Na’at Hakiki:
Adalah Na’at yang menunjukkan sifat bagi Isim sebelumnya. Contoh:
أقمت في المنزل الفسيح
AQIMTU
FIL-MANZILIL-FASIIHI = saya tinggal di rumah yang luas
Lafazh AL-FASIIHI = Na’at Hakiki yang menunjukkan
sifat bagi Isim yang ada sebelumnya (AL-MANZILI). Dan disebut Na’at Kakiki
karena yang punya sifat AL-FASIIHI (luas) hakikatnya adalah Man’ut sendiri yaitu
lafazh AL-MANZILI (tempat tinggal/rumah).
Ciri-ciri Na’at Haqiqi adalah: menyimpan dhamir
mustatir yang merujuk pada Man’ut.
2. Na’at SababiAdalah Na’at yang menunjukkan sifat bagi Isim yang mempunyai irthibat/ikatan dengan Matbu’. Contoh:
أقمت في المنزل الفسيح فناؤه
AQIMTU
FIL-MANZILIL-FASIIHI FINAA’U HUU = saya tinggal di rumah yang luas
halamannya
Lafazh AL-FASIIHI disebut Na’at, akan tetapi
bukanlah Na’at bagi lafazh Matbu’ AL-MANZILI, karena AL-FASIIHI bukan sifat bagi
AL-MANZILI. Hanya saja sifat tersebut diperuntukan bagi Isim yang mempunyai
ikatan dengan Isim Matbu’ yaitu lafazh FANAA’U HUU/halamannya. Oleh karena itu
disebut Na’at Sababi.
AL-FASIIHI = Na’at, majrur dengan tanda jar
kasroh. FANAA’U = Fa’ilnya, dirofa’kan oleh sifat dengan tanda rofa’ dhammah.
HUU = Mudhaf Ilaih, Dhamir Bariz Muttashil yang merujuk pada Matbu’ sebagai
robit/pengikat antara isim zhahir dan matbu’.
Ciri-ciri Na’at Sababi: yakni setelah Na’at
didatangkannya Isim Zhahir yang dirofa’kan oleh Na’at dan mencakup ada dhamir
yang kembali pada Man’ut.
Faidah-faidah Na’at sebagai penyempurna faidah lafaz sebelumnya,
yang masyhur adalah sebagai berikut :1. Faidah IDHAH (menjadikan jelas) apabila Man’utnya berupa Isim Ma’rifah.
Yakni: menghilangkan isytirok lafzhiy (persekutuan lafazh) di dalam lafazh Isim ma’rifah, dan menghilangkan ihtimal ma’nawiy (kemungkinan makna) yang mengarah kepada makna Isim ma’rifah. Contoh:
حضر خالد التاجر
HADHARA
KHAALIDUN AT-TAAJIRU = Khalid yang pedagang itu telah
hadir.
2. Faidah TAKHSHISH (penghususan) apabila Man’utnya berupa
isim Nakirah.Yakni: mengurangi Isytirok makna di dalam makna isim nakirah dan mempersempit bilangan jumlah yang mencakupinya. Contoh:
جاء رجل واعظ
JAA’A
ROJULUN WAA’IZHUN = seorang lelaki penasehat telah
datang.
3. Faidah MUJARRODUL-MADAH (pujian khusus). Contoh:رضي الله عن عمرَ بنِ الخطابِ الشاملِ عدلُه الرحيمِ قلبُه
RODHIYALLAAHU ‘AN UMAROBNIL-KHOTHTHOOBI
ASY-SYAAMILI ‘ADLUHUU AR-ROHIIMI QOLBUHUU = semoga Allah memberi Rahmat pada
Umar bin Khaththab yang keadilannya luas dan hatinya penuh kasih
.
4. Faidah MUJARRODUDZ-DZAMM (celaan khusus). Contoh:أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
A’UUDZU
BILLAAHI MINASY-SYAITHOONIR-ROJIIMI = aku berlindung kepada Allah dari Syetan
yang terkutuk.
5. Faidah TAROHHUM (menaruh belas kasih). Contoh:اللهم ارحم عبدك المسكين
ALLAHUMMA IRHAM ‘ABDAKA AL-MISKIINA = ya.. Allah,
kasihanilah hambaMu yang miskin.
6. Faidah TAUKID (pengokohan). Contoh dalam Ayat
Al-Qur’an:فإذا نفخ في الصور نفخة واحدة
FA IDZAA
NUFIKHO FISH-SHUURI NAFKHOTUN WAAHIDATUN = Maka apabila sangkakala ditiup sekali
tiup (QS. Al-haaqqah:13)
Lafazh WAAHIDATUN = Na’at yang berfaidah sebagai
Taukid, sebab makna wahidah sudah dimafhumi dari Man’ut lafazh NAFKHOTUN yang
berupa Isim Murroh.
فاسلك فيها من كل زوجين اثنين
FASLUK
FIIHAA MIN KULLIN ZAUJAINI ITSNAINI = maka masukkanlah ke dalam bahtera itu
sepasang dari tiap-tiap (jenis) (QS. Al-Mu’minun:27)
Lafazh ITSNAINI = Na’at yg berfaidah sebagai
Taukid, dari lafazh man’ut ZAUJAINI.