Nama lengkapnya adalah asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams
bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab
al-Qurasyiyyah al-Adawiyah.
Asy-Syifa’ ra masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam dan beliau termasuk muhajirin angkatan pertama dan termasuk
wanita yang berba’iat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliaulah
yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 12)
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 12)
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah yang subur bagi ilmu dan iman.Asy-Syifa’ ra menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai ‘guru wanita pertama dalam Islam’. Di antara wanita yang dididik oleh asy-Syifa’ adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab ra istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam .
Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam meminta kepada asy-Syifa’ untuk mengajarkan kepada
Hafshah tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa).
Asy-Syifa’ berkata, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda: ‘Mengapa tidak
engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya
menulis’.” (HR Abu Daud).
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa asy-Syifa’ adalah ahli ruqyah
di masa Jahiliyah, maka tatkala beliau masuk Islam dan berhijrah beliau berkata
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, “Aku adalah ahli ruqyah di
masa Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepada Anda.” Lalu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.”
Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni
meruqyah penyakit bisul.” Kemudian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada
Hafshah.”
"Di antara yang termasuk ruqyah adalah do’a:Ya Allah Tuhan
manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha
Penyembuh, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak
terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).
Inilah, asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yangn banyak
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Sungguh asy-Syifa’ sangat
mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana kaum mukminin dan
mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. Beliau juga
turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah
untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari
beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu
Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain.Umar bin Khatthab sangat
mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang
beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu pula sebaliknya, asy-syifa’ juga menghormarti Umar,
beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri
teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. Suatu ketika
asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan
berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka
menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah,
Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan
melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan.”
Asy-Syifa’ menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan menghormati dan menghargai
pemerintahan Islam hingga beliau wafat pada tahun 20 Hijriyah.
Sumber :