Kami telah menjelaskan tentang air, hal-hal yang dapat membatalkan wudhu, dan tentang tayammum, bahwa beberapa madzhab dalam Islam sebagian besar berbeda pendapat tentang pengertian kata-kata yang dipergunakan dalam ayat tayammum, seperti: “Dan jika kamu sakit atau berada dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air besar (jamban), atau menyentuh (menyetubuhi) perempuan, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka tayammumlah dengan tanah yang baik. Maka usaplah muka-muka kamu. (Q.S. Al Maidah, 6). Ulama fiqih berbeda pendapat tentang siapakah yang diwajibkan bertayammum kalau tidak ada air; Apakah hanya orang yang sakit dan orang musafir saja, atau sifatnya umum di mana orang mukim yang sehat juga termasuk di dalamnya? Apakah yang dimaksudkan dengan menyentuh itu adalah bersetubuh atau hanya menyentuh dengan tangan saja? Apakah yang dimaksud air hanya air muthlaq saja atau air apa saja? Apakah yang dimaksud dengan Al-Sha’id khusus debu saja, atau termasuk juga semua yang ada dipermukaan bumi, baik debu, pasir atau batu? Apakah yang dimaksud dengan muka adalah semuanya atau hanya sebagiannya saja? Apakah yang dimaksud dengan tangan itu adalah telapak tangan saja atau telapak tangan dan lengan?
Di bawah ini kami ringkaskan sebagian pendapat-pendapat di atas:
1. Imam Abu Hanifah berkata: Orang yang mukim yang sehat, yang tidak mendapatkan air tidak dibolehkan bertayammum, dan juga tidak diwajibkan shalat, karena ayat tersebut hanya mewajibkan bertayammum karena tidak ada air kepada orang yang sakit dan orang musafir secara khusus. madzhab-madzhab yang lain: Sesungguhnya menyentuh wanita lain (yang bukan muhrim) dengan sentuhan tangan yang sempurna, maka hukumnya sama seperti orang buang air, yaitu dapat membatalkan wudhu.Imamiyah: Bersetubuh itulah yang membatalkan wudhu, bukan menyentuh dengan tangan.
2. Hanafi: Sesungguhnya pengertian “Kalau kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah” adalah air mutlaq, atau air mudhaf. Sedangkan menurut madzhab-madzhab yang lain: Kata ma’u (air) dalam ayat tersebut hanya khusus pada air mutlaq saja bukan air mudhaf.
3. Hanafi dan sebagian kelompok Imamiyah: Yang dimaksud dari Al-Sha’id (tanah) dalam ayat tersebut adalah debu, pasir dan batu kecil. Syafi’i: Yang dimaksudkannya adalah hanya debu dan pasir saja. Hambali: Hanya debu saja.Maliki: Mengandung pengertian yang bersifat umum, baik debu, pasir, batu kecil, es, maupun barang tambang. Empat madzhab: Yang dimaksud dengan muka adalah semuanya. Imamiyah: Hanya sebagiannya saja.
4. Empat madzhab: Yang dimaksud dengan dua tangan adalah dua telapak tangan dan pergelangan sampai dua siku-siku.Imamiyah: Hanya dua telapak tangan saja.
Sebenarnya perbedaan pendapat di atas hanya menunjukkan pada hal-hal yang bersifat interpretasi bukan pada yang substansial, pada lafadz-nya. saja bukan pada pengertiannya. Perbedaan itu muncul karena adanya perbedaan dalam memahami suatu kata, dan hanya terjadi pada kalangan ahli bahasa, dan para sastrawan yang berbeda penafsiran (interpretasi) terhadap satu bait syair. Dari sini para ahli fiqih dari satu madzhab berbeda pendapat tentang satu masalah, sebagaimana adanya perbedaan pendapat antara satu madzhab dengan madzhab yang lain