–·•Ο•·–
الاختصاصُBAB IKHTISHASHالاخـــتـــصـــاصُ كــــنـــــداءٍ دُونَ يـــــــــا ¤ كَــأَيُّــهـــا الــفــتـــى بـــإِثْــــرِ ارْجُــونِـــيَـــا
Ikhtishash
itu seperti Nida’ tanpa “Yaa” (tanpa huruf nida’), contoh
“Ayyuhal-Fataa” setelah bekas lafazh “Urjuuniy” (Urjuuniy ayyuhal-Fataa =
mengharaplah kalian kepadaku seorang pemuda).
وقــــــــدْ يُــــــــرَى ذا دُونَ أيٍّ تِــــلْــــوَ أَلْ ¤ كمِـثـلِ نـحـنُ الـعُـرْبَ أَسْـخَــى مَـــنْ بَـــذَلْ
Terkadang
dipertimbangkan untuk Isim Mukhtash yg selain “Ayyun” dengan menyandang
“AL”, contoh “Nahnul-‘Aroba askhaa man badzala” (Kami -orang-orang
Arab- adalah paling murahnya orang yg dermawan).
–·•Ο•·– |
Pengertian Ikhtishash secara bahasa adalah Isim Mashdar dari Fi’il Madhi “Ikhtashshah” (mengkhususkan), sebagaimana contoh:
اختص فلان فلاناً بأمر
IKHTASHSHA FULAANUN FULAANAN BI AMRIN = Fulan menghususi Fulan dengan sesuatu perkara
Yakni meringkas si Fulan pada penetapan suatu perkara
Pengertian Ikhtishosh menurut istilah Nahwu adalah :
mengkhususkan/meringkaskan hukum pada Dhamir selain ghaib dan sesudahnya
ada Isim Zhahir Ma’rifat yg menjadi makna dari Isim Dhamir tersebut.
Contoh:
نحن المسلمين خير أمة أخرجت للناس
NAHNU
AL-MUSLIMIINA KHAIRU UMMATIN UKHRIJAT LINNAASI = Kami -orang-orang
Muslim- adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.
أنا طالب العلم لا تفتر رغبتي
ANA THAALIBUL-‘ILMI LAA TAFTURU RUGHBATIY = Saya -penuntut ilmu- takkan reda semangatku.
نحن الموقعين على هذا نشهد بكذا وكذا
NAHNU
AL-MUWAQQI’IINA ‘ALAA HAADZAA NASYTAHIDU BI KADZAA WA KADZAA = Kami
-yang bertandatangan dibawah ini- bersaksi demikian dan seterusnya…
Penjelasan Definisi :- Menghususkan hukum pada dhamir = Meringkas pengertian dhamir atas suatu hukum.
- Dhamir selain ghaib = Umumnya Dhamir Mutakallim, atau dhamir Mukhatab tapi jarang seperti contoh:
أنت الخطيبَ أفصح الناس قولاً
ANTA AL-KHOTIIBA AFSHAHUN-NAASI QOULAN = Kamu -penceramah- paling fasihnya orang dalam berkata.
- Sesudahnya ada Isim Zhahir Ma’rifat = Yakni ma’rifat sebab idhofah atau menyandang “AL” seperti pada contoh-contoh diatas.
Contoh dalam Hadits, Nabi saw bersabda :
إنا معشر الأنبياء لا نورث
INNAA MA’SYAROL ANBIYAA’I LAA NUUROTSU = Kami -kelompok para Nabi- tidak mewariskan.
إنا آلَ محمد لا تحل لنا الصدقة
INNAA AALA MUHAMMADIN LAA TAHILLU LANAA ASH-SHADAQATU = Kami -keluarga Muhammad- tidak halal bagi kami menerima sedekah.
Contoh I’robnya :
MA’SYAROL ANBIYAA’I = Dinashabkan atas
Ikhtishash oleh Fi’il yg wajib dibuang, sebagai Jumlah Mu’taridhah
antara Isim INNA dan Khabarnya, atau sebagai HAAL dari dhamir NAA.
Terkadang Ikhtishosh tersebut dengan menggunakan lafazh “AYYUN”
(Mudzakkar) dan “AYYATUN” (Muannats) yg wajib mabni dhommah dalam mahal
nashab, dan disambung dengan “HAA” (huruf Tanbih) menjadi “AYYUHAA” dan
“AYYATUHAA”. Kedua lafazh Ikhtishosh ini tetap dalam bentuknya baik
untuk mufrod, mutsanna dan jamak. Ditetapkan pula setelah keduanya ada
Isim yg dirofa’kan sebagai NA’ATnya.
Contoh :
إني – أيها المسلم – نظيف اليد واللسان
INNIY AYYUHAL-MUSLIMU NAZHIIFUL-YADDI WAL-LISAANI = sesungguhnya saya -sebagai seorang muslim- harus bersih tangan dan ucapan.
إنني – أيتها المسلمة – أُحسنُ الححاب
INNANIY
AYYATUHAL-MUSLIMATI UHSINUL-HIJAABI – sesungguhnya saya -sebagai
seorang muslimah- harus memperbagus Hijab (penutupan aurat).
Sebagaimana disebutkan bahwa tujuan asal Ikhtishash adalah sebagai
Takhshish (penghususan) atau Qashr (ringkasan) yg terkadang berfungsi
Fakhr (kebanggaan) sebagimana dua contoh diatas. Dan terkadang berfungsi
Tawadhu’ (kerandahan diri) seperti contoh:أنا أيها العبد محتاج إلى عفو الله
ANA AYYUHAL-‘ABDU MUHTAAJUN ILAA ‘AFWILLAAHI = Saya-sebagai seorang hamba- sangat butuh akan Pengampunan Allah.
Dengan demikian penggunaan Ikhatishash itu ada dua :
1. Menggunakan “AYYUHAA” atau “AYYATUHAA”
2. Menggunakan Isim yg menyandang “AL” atau “Mudhaf”.
Disebutkan dalam Bait diatas bahwa Ikhtishosh serupa dengan Nida’
dalam keumuman penampakannya, yakni sama-sama menyertakan Isim yg kadang
dimabnikan dhammah dan kadang dinashabkan, juga sama berfaidah
Ikhtishosh, dan masing-masing digunakan untuk orang kedua (hadir) tidak
untuk orang ketiga (ghaib).2. Menggunakan Isim yg menyandang “AL” atau “Mudhaf”.
Perbedaannya adalah Ikhtishash untuk Mutakallim juga Mukhatab, sedangkan Nida’ husus Mukhatab saja. Ikhtishash tidak menggunakan huruf Nida’ baik secara lafazh dan taqdir. Ikhtishosh tidak bisa dijadikan shodar kalam (awalan kalimat) sedangkan Nida’ bisa. Ikhtishash banyak menggunakan “AL” pada isim mukhtashnya sedangkan Nida’ tidak boleh menggunakan “AL” pada Munadanya kecuali dalam pengecualian sebagaimana telah disebut pada bab Nida’