® Rajawally Intermezo

–·•Ο•·–

أسماء لازَمَتِ النِّدَاءَ

BAB ISIM-ISIM YG LAZIM UNTUK NIDA’ 

وَفُلُ بَعْضَ مَا يُخَصُّ بالنَّدَا ¤ لُؤْمَانُ نَوْمَانُ كَذَا واطَّرَدَا

“Fulu” termasuk dari isim (Sima’i) yg dikhususi Nida. demikian juga “Lu’maanu” dan “Naumaanu”. 

فِي سَبِّ الأنْثَى وَزْنُ يَا خَبَاثِ ¤ وَالأَمْرُ هَكَذَا مِنَ الثُّلَاثِي

Ada yg secara menerus (Qiyasi) digunakan untuk cacian pada wanita, yaitu wazan “Fa’aali” contoh “Yaa Khabaatsi” (Hei wanita jahat!). Kata perintah juga ada yg berwazan seperti ini, dari Fi’il Tsulatsi. 

وَشَاعَ فِي سَبِّ الذُّكُورِ فُعَلُ ¤ وَلا تَقِسْ وَجُرَّ فِي الشِّعْرِ فُلُ

Terkenal juga penggunaannya untuk cacian pada pria yaitu wazan “Fu’alu” dan janganlah kamu mengiaskannya (Sima’i). Lafazh “Fulu” ada yg dijarkan dalam sebuah Syair (yakni pernah digunakan bukan sebagai Munada). 
–·•Ο•·–

Termasuk dari Isim-Isim yang hanya untuk digunakan sebagai Munada atau Munada Lazim, ada tiga bagian :
1. Sima’i mufakat Nuhat, ada empat lafazh :
  • FULU = laki-laki
  • FULATU = perempuan
  • LU’MAANU = jahat/kurang ajar
  • NAUMAANU = tukang tidur
2. Qiyasi, Mufakat Nuhat :
Yaitu sifat dengan wazan FA’AALI serupa dengan makna FAA’ILATUN dan FAA’IILATUN digunakan sebagai cacian kepada wanita yg berbuat hina. Dibentuk dari Fi’il Tsulatsi Tamm Mutasharrif, contoh:

يا خباثِ

YAA KHABAATSI = hei wanita tercela!

يا غدارِ

YAA GHADAARI = her wanita penghianat!

يا سراق

YAA SARAAQI = hei wanita pencuri!
Contoh i’rob: KHABAATSI = munada mabni dhammah muqaddar, dicegah i’rob zhahirnya oleh kasrah bentuk asli dalam posisi Nashab.
Diqiaskan juga penggunaan wazan FA’AALI yg mabni kasrah tersebut sebagai kata perintah yakni Isim Fi’il Amar, contoh:

نزال

NAZAALI = turunlah!

شرابِ

SYARAABI = minumlah!
3. Khilaf Nuhat ada yg mengatakan Sima’i ada Qiyasi :
Yaitu Sifat dengan wazan FU’ALU, digunakan sebagai cacian pada laki-laki, contoh:

يا غُدَر

YAA GHUDARU! = hei laki-laki penghianat!

يافُسق

YAA FUSAQU! = hei laki-laki pencuri!
Adapun menurut qoul yg rojih bentuk wazan ini adalah Qiyasi, dengan syarat sebagai penunjukan atas celaan.
Dijelaskan juga bahwa lafazh “FULU” yg lazim untuk Nida’ tsb boleh digunakan pada selain Nida’ tapi khusus dharurah Syi’ir, contoh Syair dalam bahar Rojaz :

في لجةٍ أمسك فلاناً عن فُلِ

FIY LAJJATIN AMSIK FULAANAN ‘AN FULI = dalam situasi tegang…”pegang laki-laki ini dari laki-laki itu” (mencegah agar tidak terjadi perkelahian).
Penggunaan FULU pada syair diatas sebagai Dharurah Syi’ir demikian menurut Ibnu Malik. Menurut Ibnu Hisyam yang benar adalah bahwa FULU disini asalnya FULAANU dibuang Alif dan Nunnya karena Dharurah Syi’ir. Perihal pembuangan seperti ini akan dijelaskan pada Bab TARKHIM pada Bab selanjutnya… InsyaAllah .

X
Donasi yang tertampung akan digunakan untuk perkembangan Aplikasi/website ini, dan sebagian akan disumbangkan untuk Mesjid atau Madrasah

Donasi dapat melalui bank BRI
No Rekening : 416001002997504
Atas Nama : Yudi Mansopyan

Terimakasih..!