Secara etimologi: maudhu berasal dari kata وضع yang mempunyai beberapa makna di antaranya الحط (merendahkan), الإسقاط (menjatuhkan), الإختلا ق (mengada-ngadakan), الالصاق (menyandarkan/menempelkan). Makna bahasa ini terdapat pula dalam hadits maudhu karena rendah dalam kedudukannya, jatuh; tidak bisa diambil dasar hukum, dan diada-adakan oleh perawinya.
Menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Ajjaj Al-Khatib, dalam kitabnya Ushulul Hadits, yaitu :
Muhammad Abu Rayyan dalam kitabnya Al-Adlwa 'ala Sunnah Muhammadiyah yang dikutip Drs Fatchur Rahman mendefinisikan hadits maudhu' sebagai berikut:
Yang dikatakan dengan rawi yang berdusta kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ialah mereka yang pernah berdusta dalam membuat hadits, walaupun hanya sekali seumur hidupnya. Hadits yang mereka riwayatkan tidak dapat diterima, biar mereka telah bertobat sekalipun. Berlainan halnya dengan periwayatan orang yang pernah bersaksi palsu, ia telah bertaubat dengan sungguh-sungguh maka ia dapat diterima.
Adapun awal kemunculan hadits maudhu' ini dimulai sejak terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin yang ditandai dengan terbunuhnya Ustman bin Affan radhillahu 'anhu menjadi beberapa firqah (kelompok). Setiap firqah mencari dukungan dari Al-Qur'an dan As-Sunah. Sebagian kelompok mentakwilkan Al-Qur'an bukan pada makna sebenarnnya. Dan membawa As-Sunah bukan pada maksudnya. Bila mentakwilkan hadits mereka menisbatkan kepada Nabi. Terlebih lagi bila menyangkut keutamaan para imam mereka. Disinyalir bahwa kelompok yang pertama melakukan hal itu adalah kaum Syi'ah. Hal ini tidak pernah terjadi paada masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan tidak pernah dilakukan seorang shahabat pun. Apabila di antara mereka berselisih mereka berijtihad, dengan mengutamakan kebenaran.
Baca juga:
Menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Ajjaj Al-Khatib, dalam kitabnya Ushulul Hadits, yaitu :
هو ما نُسب الى الرسول صلى الله عليه وسلم اختلافا وكذبا مِمّـا لَم يقلْه او لَم يفعلْه او لَم يُقررْه
Muhammad Abu Rayyan dalam kitabnya Al-Adlwa 'ala Sunnah Muhammadiyah yang dikutip Drs Fatchur Rahman mendefinisikan hadits maudhu' sebagai berikut:
هو المختلَع المصنوع المنصوب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم زُورا وبُهتانا سواءٌ كان ذلك عمْدا ام خطأ
Yang dikatakan dengan rawi yang berdusta kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ialah mereka yang pernah berdusta dalam membuat hadits, walaupun hanya sekali seumur hidupnya. Hadits yang mereka riwayatkan tidak dapat diterima, biar mereka telah bertobat sekalipun. Berlainan halnya dengan periwayatan orang yang pernah bersaksi palsu, ia telah bertaubat dengan sungguh-sungguh maka ia dapat diterima.
Adapun awal kemunculan hadits maudhu' ini dimulai sejak terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin yang ditandai dengan terbunuhnya Ustman bin Affan radhillahu 'anhu menjadi beberapa firqah (kelompok). Setiap firqah mencari dukungan dari Al-Qur'an dan As-Sunah. Sebagian kelompok mentakwilkan Al-Qur'an bukan pada makna sebenarnnya. Dan membawa As-Sunah bukan pada maksudnya. Bila mentakwilkan hadits mereka menisbatkan kepada Nabi. Terlebih lagi bila menyangkut keutamaan para imam mereka. Disinyalir bahwa kelompok yang pertama melakukan hal itu adalah kaum Syi'ah. Hal ini tidak pernah terjadi paada masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan tidak pernah dilakukan seorang shahabat pun. Apabila di antara mereka berselisih mereka berijtihad, dengan mengutamakan kebenaran.
Baca juga: