® Rajawally Intermezo

Para ulama telah membuat tanda-tanda matan hadits maudhu' yang mudah ditengarai kepalsuannya khususnya bagi kita kaum awam yang tidak terlalu banyak menguasai ulumul hadits. Yaitu:

1. Tanda/ciri yang terdapat pada sanad.
a. Pengakuan dari si pembuat sendiri
Seorang guru tasawuf misalnya, meriwayatkan hadits-hadits tentang keutamaan ayat-ayat tertentu, ketika ditanya oleh Ibnu Ismail [1] tentang hadits-hadits yang dia riwayatkan itu ia berkata dengan terus terang:
"Tidak satupun yang meriwayatkan hadits kepadaku, akan tetapi serentak kami melihat manusia-manusia membenci Al-Quran. Kami ciptakan untuk mereka hadits ini (keutamaan ayat-ayat Al-Quran), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Quran".

Karena menjadi kewajiban kita sebagai kaum terpelajar untuk melacak hadits-hadits tentang keutamaan beberapa surat atau ayat-ayat Al-Qur'an dengan tetap berpedoman kepada para alim yang dianugerahi Allah pemahaman. Misalnya:
مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ
"Barangsiapa yang membaca surat Yaasiin dalam satu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya.” (Riwayat Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (I/247).

Imam Ibnul Jauzi berkata: Hadits ini dari semua jalannya adalah bathil, tidak ada asalnya. Imam Daraquthni berkata: “Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits.” [2]

b. Qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat hadits maudhu'
Misalnya seorang rawi mengaku menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau menerima hadits dari seorang guru yang telah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan.

c. Adanya qarinah yang berpautan dengan tingkah lakunya
Seperti juga kisah Giyats bin Ibrahim An-Nakh'i Al-Kufi dengan Amir Mukminin Al-Mahdi, ketika masuk ke ruangan Amirul Mukminin dan menjumpai Al-Mahdi tengah bermain-main dengan burung merpati. Maka ia menambahkan perkataan dalam hadits yang disandarkan kepada Nabi, bahwa beliau bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فيِ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جُنَاحٍ
"Tidak ada perlombaan kecuali bermain pedang, pacuan, menggali atau sayap."

Ia menambahkan kata sayap (junah), yang dilakukan untuk menyenangkan Al Mahdi, lalu Al Mahdi memberinya sepuluh dirham. Setelah berpaling, Sang Amir berkata:"Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Al-Mahdi menyuruh untuk menyembelih burung merpati itu. Tingkah laku Ghiyats semacam ini menjadi qarinah untuk menetapkan ke-maudhu'-an hadits.

2. Tanda/ciri yang terdapat pada matan.
Ciri yang terdapat pada matan itu dapat dtinjau dari segi makna dan dari segi lafadznya. Pertama, dari segi makna, misalnya hadits itu bertentangan dengan ayat Al-Quran atau dalil lain yang mutawatir. Seperti hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ

Matan hadits ini bertentangan dengan kandungan firman Allah Subhanahuwata'alaa dalam surat Al-An'aam : 164,
وَلاَ تَزِرُوْا وَازِرَةُ وِزْرَ أُخْرَى

Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalipun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya. Misal yang lain, seperti hadits yang menjelaskan tentang umur dunia yang bertentangan dengan kenyataan. Misalnya: [3]
مِقْدَارُ الدُّنْيَا سَبْعَةُ آلاَفِ سَنَةً وَنَحْنُ فىِ الأَلَفِ السَّابِعَةِ

Hadits ini sangat dusta. Sebab senadainya hadits ini benar, maka kita tidak akan hidup di alam dunia ini. Pahadal kenyataannya hingga sekarang alam dunia ini masih berdiri tegak dan Allah telah menjelaskan hanya Dia sendiri yang mengetahui kapan datangnya hari kiamat itu. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-A'raf : 187

Contoh hadits yang bertentangan dengan sunnah mutawatirah ialah hadits yang memuji orang-orang yang memakai nama Muhammad atau Ahmad:
وَإِنَّ كًُلَّ مَنْ يُسَمَّى بِهَذِهِ الأَسْمَاءِ (محمد واحمد) لاَ يَدْخُلُ النَّارَ

Hadits tersebut bertentangan dengan sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang menerangkan bahwa neraka itu tidak dapat ditebus dengan nama-nama tersebut, akan tetapi keselamatan dari mereka karena keimanan dan amal shaleh.
Contoh matan hadts bertentangan dengan sejarah, seperti hadits yang menganjurkan perayaan maulid Nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang dikutip oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Madarijush Shu'ud atau Targhibul Mustaqin, (Kutipan lebih lanjut Syaikh Nawawi Al-Bantani dapat dilihat di halaman lampiran).
قاَلَ رَسُوْلًُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِىْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فىِ مَوْلِدِىْ فَكَأَنَّمَا أَنْفَقَ جِبَلاً مِنْ ذَهَبٍ فىِ سَبِيْلِ اللهِ

Matan hadits ini bertentangan dengan sejarah, karena perayaan maulid nabi shalallahu 'alaihi wasallam baru diadakan orang pada masa pemerintahan Bani Fathimiyyah di Mesir (sekitar abad ke 4 Hijriah) kemudian dilanjutkan oleh Abu Sa'id Al-Qakburi Gubernur Irbil di Iraq pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (tahun 1139 – 1193).
Contoh hadits maudhu' yang bertentangan dengan ijma'. Ialah hadits-hadits yang dikemukakan oleh golongan Syi'ah tentang wasiat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu untuk menjadi khalifah, yang menurut mereka bahwa sahabat bersepakat untuk membekukan wasiat tersebut:
إِنَّهُ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَخَذَ بِيَدِ عَلِىِ بْنِ اَبىِ طَالِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ بِمَخْضَرِ مِنَ الصَّحَابَةِ كُلِّهِمْ, وَهُمْ رَاجِعُوْنَ مِنَ حَجَةِ الْوَدَاعِ, فَاقَامَهُ بَيْنَهُمْ حَتىَّ عَرَفَهُ الْجَمِيْعُ, ثُمَّ قَالَ: وَصِىِّ وَأَخِىْ وَالْخَلِيْفَةُ بَعْدِى, فَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا.

Hadits ini adalah maudhu' karena bertentangan dengan seluruh ijma seluruh umat, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tidak menetapkan (menunjuk) seseorang pengganti sesudah beliau meninggal dunia.
Kedua, dari segi lafadznya. Yaitu bila susunan kalimatnya tidak baik serta tidak fasih. Termasuk dalam hal ialah susunan kalimat yang sederhana, tetapi isinya berlebih-lebihan. Umpamanya berisikan pahala yang besar sekali bagi amal perbuatan yang sedikit (kecil). Misalnya :
مَنْ قَالَ لاَ اِلهَ إِلاَ اللهُ خَلَقَ اللهُ مِنْ تِلْكَ الْكَلِمَاتِ طَائِرًا لَهُ سَبْعُوْنَ اَلْفِ لِسَانٍ لِكُلِّ لِسَانٍ سَبْعُوْنَ اَلْفِ لُغَةٍ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ

Kita perhatikan juga hadits-hadits tentang puasa Rajab dalam kitab Qawai'idut Tahdits oleh Muhammad Jamaluddin Al-Qasyimi yang dikutipnya dari kitab-kitab Imam As-Suyuti. Misalnya: [4]
مَنْ صَامَ ذَالِكَ الْيَوْمُ وَقَامَ تِلْكَ اللَّيْلَةُ كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ كَمَنْ صَامَ مِائَةَ سَنَةً وَقَامَ مِائَةَ سَنَةً

Baca juga:


Footnote:
[1] Al-Imam Al-Bukhari
[2] Al-Maudhuu’aat oleh Ibnul Jauzi (I/246-247), Mizaanul I’tidal III/549), Lisaanul Mizan (V/168), al-Fawaa-idul Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 268 no. 944).
[3] Dr. Muhammad Najib, Pergolakan Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadits Maudhu', Pustaka Setia Bandung, 2001, hal. 70
[4] Contoh hadits yang senada dapat dilihat di dalam lampiran

X
Donasi yang tertampung akan digunakan untuk perkembangan Aplikasi/website ini, dan sebagian akan disumbangkan untuk Mesjid atau Madrasah

Donasi dapat melalui bank BRI
No Rekening : 416001002997504
Atas Nama : Yudi Mansopyan

Terimakasih..!